Sabtu, 23 Mei 2009

KH. Abbas, Cirebon

Nara Sumber :
KH. Abdullah Hamid Baidlowi, లసెం
(atas izin dari KH. Ayip Abdullah Abbas __Ahli waris dari KH. Abbas, Cirebon)

Pada bulan November 1945, Sekutu (Belanda masuk didalamnya) datang ke Indonesia dengan membawa armada yang besar, termasuk dengan pesawat tempur yang ditempatkan diatas kapal mereka. Belanda masuk kedalam pasukan sekutu bermaksud untuk kembali menjajah Bangsa Indonesia. Para ulama prihatin melihat kondisi ini. Akhirnya diadakanlah pertemuan ulama se Jawa - Madura , bertempat di pondok pesantren Tebu Ireng , Jombang. Musyawarah ulama dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari. Dari musyawarah itu, lahirlah resolusi jihad yang isinya antara lain :
Para ulama sepakat bahwa para ulama dan umatnya berkewajiban untuk membantu pemerintah yang sah di bumi pertiwi, yaitu pemerintah Republik Indonesia.
Bagi umat Islam yang tempat tinggalnya dibawah 96 km dari kota Surabaya , mereka wajib untuk datang memerangi pasukan sekutu yang ada dikota Surabaya, sedangkan bagi umat Islam yang jarak rumahnya diatas 96 km dari kota Surabaya mereka tidak wajib datang ke Surabaya akan tetapi wajib membantu pasukan pejuang didaerah masing-masing.

Para ulama memberitakan kepada umat tentang fatwa jihad tersebut. Pada waktu itu, hubungan antara ulama dengan umatnya dekat sehingga tidak lama setelah pengumuman resolusi jihad itu, umat Islam datang berbondong-bondong ke Surabaya untuk berperang, bahkan banyak dari mereka yang berasal dari luar Jawa Timur. Bung Tomo sebagai pimpinan Perang melaporkan kepada para ulama bahwa perang dimulai pada tanggal 7 November. Para ulama menolak. Mereka meminta perang jangan dimulai sampai dengan KH. Abbas (Cirebon) dan KH. Baihaqi (Blitar) masuk Surabaya. Para ulama menjelaskan pada Bung Tomo
Bahwa KH. Abbas dan KH. Baihaqi bertugas untuk menghalangi serangan pasukan udara sekutu sedangkan para ulama yang lain bertugas melawan pasukan sekutu didarat. Pada waktu itu, Angkatan Udara Repulik Indonesia masih sangat lemah , bahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) belum lahir. Bung Tomo menyetujui permintaan para ulama. Perang ditunda . KH. Hasyim Asyari sebelumnya telah mengirim surat pada KH. Abbas (Cirebon) . Beliau diminta untuk turut serta dalam perang melawan sekutu di Surabaya. KH. Abbas dan KH. Baihaqi sampai di Kota Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Akhirnya pada hari itu juga perang dimulai. Para ulama mengijazahi Bung Tomo Kalimat Islamiyah untuk membuka perang yaitu : "Allahu Akbar (3X)". Jika pada waktu perang Badar, Allah menurunkan pertolonganNya berupa pasukan malaikat atas do'a Rasulullah SAW, maka pada waktu perang 10 November 1945, Allah menurunkan pertolonganNya atas do'a para ulama. Kaitannya dengan perang pada tanggal 10 November 1945, ada satu hal yang kontroversial, yaitu : tanggal 10 November setiap tahunnya diperingati sebagai hari pahlawan oleh bangsa Indonesia akan tetapi pelaku dari perang 10 November 1945 tersebut tidak mendapat gelar pahlawan Nasional (termasuk pimpinan perangnya sendiri, yaitu Bung Tomo, sampai saat ini tidak mendapat gelar Pahlawan Nasional). Hanya KH. Hasyim Asyari yang diberi gelar pahlawan Nasional. Para ulama tidak pernah mempermasalahkan hal ini karena mereka berperang mengusir penjajah dengan niat untuk mendapat ridho Allah bukan untuk dijadikan Pahlawan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar